Oleh Wisnu Nugroho
Oktober di Jerman adalah bulan yang hening. Keceriaan dan kegaduhan musim panas berangsur-angsur reda. Warna-warni dedaunan di pucuk-pucuk ranting pepohonan serentak menguning, memerah, lantas berguguran.
Meskipun matahari kerap bersinar sangat terik, udara tetap dingin dan kering. Orang beraktivitas di luar ruangan dengan berlapis-lapis pakaian untuk melawan dingin.
Angin yang kadang datang seperti menusuk-nusuk tulang menambah dingin. Karena angin ini, jalan-jalan lapang dipenuhi dedaunan. Di beberapa taman, lapangan rumput menjadi seperti permadani karena tertutup rapat dedaunan yang gugur.
Dalam suasana ini, kami mengawali perjalanan ke Neuzelle, akhir Oktober. Neuzelle adalah kota kecil berpenduduk sekitar 4.500 warga dan masuk negara bagian Brandenburg, Jerman. Tahun 1949, Brandenburg merupakan bagian dari Republik Demokratik Jerman. Tahun 1952, unit administratif Brandenburg dihapus. Brandenburg berdiri lagi sebagai negara pada tahun 1990, tak lama sebelum reunifikasi Jerman, 3 Oktober 1990.
Neuzelle terletak sekitar 100 kilometer dari Berlin. Meskipun ada di kawasan Brandenburg, Berlin terpisah secara administratif dengan Brandenburg. Referendum tahun 1996 dilakukan untuk menjadikannya satu entitas. Warga Berlin setuju, tetapi warga Brandenburg, termasuk Neuzelle, menolak.
Dari Berlin, Neuzelle bisa ditempuh dengan kereta api. Cukup dua jam, sudah termasuk jalan kaki sekitar tiga kilometer dari stasiun, kita sudah sampai pusat kota Neuzelle.
Bir para biarawan
Di Neuzelle, tujuan kami adalah tempat pembuatan bir. Tempat pembuatan bir yang kami kunjungi adalah tempat pembuatan bir tertua yang masih berfungsi di Brandenburg. Namanya, Neuzeller Klofter Brau.
Awalnya, pembuatan bir di tempat ini merupakan aktivitas biara yang dimulai sejak tahun 1416. Sebuah tradisi yang bertahan lebih dari 600 tahun lamanya. Karena baru mendapat izin memproduksi bir secara komersial tahun 1589, Neuzeller Klofter Brau menyebut tahun 1589 sebagai tahun kelahirannya.
Meskipun tradisi para biarawan membuat bir dipertahankan, bangunan asli tempat produksinya sudah tidak ada. Kebakaran hebat menghanguskan seluruh bangunan asli. Bangunan yang kami kunjungi adalah bangunan yang relatif baru yang didirikan tahun 1902 dengan sejumlah pengembangan. Gurihnya bisnis bir mendorong pembangunan gudang dan tempat pengemasan aneka macam bir tahun 1994. Mereka yang membuat bir bukan lagi biarawan.
Bagi kami, juga warga Eropa dalam rombongan, kunjungan ke Neuzeller Klofter Brau termasuk tidak lazim. Kami tiba di area pembuatan bir sekitar pukul 09.30. Setelah tur sekitar satu jam, kami berhenti di kedai kayu yang jadi bagian penutup tur. Kami menikmati beberapa jenis bir di kedai kayu itu saat masih pagi.
"Pagi hari minum bir itu tidak lazim. Namun, saya memilih tur ini karena ingin menikmati sensasi ketidaklazimannya," ujar Theodor (57), guru sekolah menengah atas dari Berlin.
Ada tiga gelas bir yang disajikan berturut-turut, yaitu bir hitam, pilsner, dan bir cherry atau apel. Untuk yang tidak minum alkohol, ada himmelspforte (gerbang surga) yang dibuat dari raspberry, cherry, dan lemon. Minuman ini sangat populer, juga untuk para penggemar bir.
Sambil menikmati minuman, roti khas Jerman (bercangkang keras tetapi lembut bagian dalamnya) disuguhkan. Obrolan peserta tur dari sejumlah negara menambah hangat suasana.
"Tolong, jangan unggah foto saya minum bir di Facebook atau Twitter. Keluarga dan teman saya bisa mengucilkan saya kalau tahu," ujar peserta tur asal Banglades seusai meneguk gelas terakhirnya.
Semua lantas tertawa mendengar pengakuannya.
Melawan penuaan
Selain memproduksi bir untuk diminum, Neuzeller Klofter Brau memproduksi bir untuk dituang di bak mandi sebelum berendam sebagai bath essence. Botol khusus berkapasitas tiga liter dibuat untuk produk khusus ini. Diproduksi juga bir yang katanya bisa melawan penuaan. Di dalamnya dicampurkan cairan garam dan ganggang. Banyak yang percaya, terbukti dengan tingginya angka penjualan.
Selesai tur di tempat pembuatan bir, Neuzelle yang hening, dingin tetapi cerah, menanti dijelajahi. Tempat pertama yang menarik perhatian adalah Gereja St Maria di seberang tempat pembuatan bir yang berwarna kuning menyala.
Gereja bergaya gotik ini selesai dibangun tahun 1400. Di gereja ini, para biarawan beribadah di sela-sela membuat dan menikmati bir tentunya. Setelah biara bubar tahun 1817, Gereja Katolik memfungsikannya sebagai tempat ibadah. Saat gereja sepi, warga Neuzelle memfungsikannya sebagai obyek wisata.
Masuk dalam gereja, beberapa peserta tur duduk diam. Keheningan menjelang siang dengan perut terisi tiga gelas bir menjadi pengantar sempurna untuk bersimpuh atau duduk diam. Selama duduk, mata tertuju pada detail bangunan gereja yang terawat baik setelah beberapa kali restorasi. Beberapa orang terlihat memejamkan mata.
Keluar gereja, makan siang di tanah lapang menjadi pilihan. Danau yang tenang dengan bangku-bangku panjang dan rumput hijau menanti setelahnya. Bersamaan dengan gugurnya dedaunan, berbaring dan terlelap beberapa saat di rerumputan menjadi pilihan beberapa orang sebelum petang.
Tepat apa yang dikatakan John Bradbury (1817) tentang Indian summer (periode akhir September sampai pertengahan November), "Udara begitu senyap dan semua dalam keheningan. Alam seolah-olah tengah beristirahat setelah pengerahan seluruh tenaganya untuk musim panas."
Di Neuzelle, kami menikmati masa-masa senyap dan hening sebelum masa pergolakan musim dingin datang.